Undang-undang
tentang telekomunikasi ini disahkan di Jakarta pada tanggal 8 September 1999
oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, yaitu Bapak Bacharuddin Jusuf
Habibie. Undang-undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali
penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah
di setujuin oleh DPRRI.
Dengan
dibuatnya UU no.36 yang mengatur tentang penggunaan telekomunikasi maka dapat
membuat seluruh masyarakat mengerti tentang bagaimana cara penggunaan media
telekomunikasi teknologi informasi dan agar tidak disalahgunakan kegunaannya
oleh pihak-pihak tertentu.
Undang-undang ini terdiri dari sembilan BAB, yaitu :
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : ASAS DAN
TUJUAN
BAB III : PEMBINAAN
BAB IV :
PENYELENGGARAAN
BAB V : PENYIDIKAN
BAB VI : SANKSI
ADMINISTRASI
BAB VII : KETENTUAN
PIDANA
BAB VIII : KETENTUAN
PERALIHAN
BAB IX : KETENTUAN
PENUTUP
Secara
umum, UU No.36 tahun 1999 Bab 4 berisi tentang penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional adalah
suatu kebutuhan, karena meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan
keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka dari
itu, pada Undang-undang tentang telekomunikasi khususnya BAB 4 ini akan
menjelaskan tentang penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terbagi
menjadi sebelas bagian, yaitu bagian umum, bagian penyelenggara, bagian
larangan praktik monopoli, bagian perizinan, bagian hak dan kewajiban penyelenggara
dan mastarakat, bagian penomoran, bagian interkoneksi dan biaya hak
penyelenggaraan, bagian tarif, bagian telekomunikasi khusus, bagian perangkat
telekomunikasi spektrum, frekuensi radio, dan orbit satelit, serta bagian
pengamanan telekomunikasi.
Berikut adalah isi dari Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi, Pasal 24 – Pasal 28 :
Pasal 24
|
||
Permintaan
penomoran oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara
jasa telekomunikasi diberikan berdasarkan penomoran sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 23.
|
||
Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan biaya Hak Penyelenggaraan |
||
Pasal 25
|
||
(1)
|
Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi
dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
|
|
(2)
|
Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila
diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
|
|
(3)
|
Pelaksanaan
hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)di lakukan
berdasarkan prinsip :
|
|
a.
|
pemanfaatan
sumber daya secara efisien;
|
|
b.
|
keserasian
sistem dan perngkat telekomunkasi;
|
|
c.
|
peningkatan
mutu pelayanan; dan
|
|
d.
|
persaingan
sehat yang tidak saling merugikan.
|
|
(4)
|
Ketentuan
mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi,hakdan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada aya (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah
|
|
Pasal 26
|
||
(1)
|
Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggara telekomunikasi yang
diambil dari persentase pendapatan.
|
|
(2)
|
Ketentuan
mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
Bagian Kedelapan
Tarif |
||
Pasal 27
|
||
Susunan
tarif penyelenggara jaringan telekomunikasi dan tarif penyelenggara jasa
telekomunikasi di atur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
Pasal 28
|
||
Besarnya
tarif penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi
ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
|
Penjelasan :
Pasal 25 berisi tentang interkoneksi dan
biaya hak penyelenggara. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak
untuk mendapat interkoneksi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
Pelaksanaan hak dan kewajiban penyelenggata jaringan telekomunikasi juga sudah
dinyatakan dengan jelas dalam pasal 25 ayat (3). Kemudian, mengenai ketentuan
interkoneksi jaringan telekomunikasi, kewajiban, serta haknya diatur oleh
Peraturan Pemerintah.
Pasal 26 ayat (1) dan (2) menjelaskan
mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan kewajiban
penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi sebagai kempensasi perizinan
untuk menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi. Besarnya biaya
penyelenggaraan ditentukan berdasarkan persentase dan pendapatan, dan akan
disetor kedalam Kas Negara.
Sedangkan Pasal 27 dan 28 berisi tentang
susunan tarif dari penggunaan jaringan
dan jasa telekomunikasi. Dimana susunan tarif penyelenggaraan yang
meliputi struktur dan jenis tarif ditentukan oleh pemerintah. Pihak
penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi dapat menentukan besaran tarif
berdasarkan struktur dan jenisnya.
Struktuf
tarif terdiri dari biaya aktivasi saat pertama kali melakukan pemasangan, biaya
berlangganan bulanan, biaya penggunaan, serta biaya jasa tambahan. Sedangkan
jenis tarif dapat terdiri dari tarif pulsa lokal, tarif pulsa SLJJ, tarif SLI,
dan air time untuk jasa telepon genggam.
Sedangkan
formula yang dimaksudkan pada pasal 28 merupakan pola perhitungan untuk
menetapkan besaran tarif perubahan. Dalam penerapan formula tarif awal,
komponen biaya merupakan hal yang harus diperhatikan, sedangkan untuk formula
besaran tarif perubahan harus memperhatikan faktor inflansi, kemampuan
masyarakat, dan kesinambungan pembangunan telekomunikasi.
Sumber :
Sumber :
http://www.mastel.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar